Sabtu, 01 Oktober 2016

Prof. Dr. H. Muhammad Faqih, Ph.D Mengaku Alumni PP. Darussalam Keputih Surabaya


darussalamkeputih.com [Surabaya, 4 September  2016], Acara Orientasi Pengenalan Pondok Pesantren (OP3) di Ponpes Darussalam Keputih Surabaya merupakan agenda rutin Tahunan dalam menyambut kedatangan santri baru tiap tahunnya. Dalam acara pembukaan OP3 tahun ini beberapa tokoh masyarakat di lingkungan keputih turut berpartisipasi untuk mendoakan kelancaran sejak dimulainya pembelajaran dan pengajian di Ponpes Darusslam keputih Surabaya hingga habis masa tahun ajaran 2016/2017 dan pada masa-masa yang akan datang. diantara tokoh masyarakat yang hadir adalah ; KH. Hasyim Rowie, KH. Djalaluddin, KH. Baihaqi Marzuqi, KH. Sudasi Muka'ab, H. Najih dan Ust. Rahmat abdur Rahman. acara yang dihadiri oleh Pembina yayasan PP. Darussalam Keputih H. Agung Wahyudi bersama KH. Ahmad Arsyad Arif bersama dewan asatidz ini disambut hangat oleh para santri baru tahun ajaran 2016/2017 yang telah siap memulai proses pembelajaran dan pengajian di Ponpes Darussalam Keputih Surabaya. 

sambutan demi sambutan sebagai pesan awal bagi santri baru menjadi kunci start yang penting dalam memulai proses pendidikan di lingkungan Ponpes Darussalam Keputih Surabaya. KH. Ahmad Arsyar Arif sebagai Pembina Yayasan PP. Darussalam Keputih Surabaya memberikan sedikit penanaman bekal ilmu kunci pentingnya menghidupkan nilai-nilai akhlak dan tasawwuf dalam jiwa para santri, setidaknya seorang santri bisa hidup dengan penuh kesederhanaan, kekeluargaan, kesabaran, dan kaikhlasan dalam menjalankan segala amaliahnya setiap hari. Kiyai yang biasanya istiqamah mengampuh pengajian akhlaq taswwuf dengan kitab Bidayah al-Hidayah ini juga memberikan gambaran umum tentang sejarah berdirinya Ponpes Darussalam Keputih Surabaya hingga perkembangannya sampai saat ini, mengenalkan keluarga Ndalem Ponpes Darussalam Keputih. Pemaparan tersebut diharapkan dapat membangun kecintaan santri, pemahaman pada latar belakang dan visi misi ponpes Darussalam Keputih yang akan menjadi wadah tempat istiqamah untuk menimbah ilmu agama selama study di beberpa kampus/sekolah yang ada di sekitar PP. Darussalam Kpeutih Surabaya. 

Sambutan lainnya adalah Sambutan yang disampaikan oleh Prof. Dr. KH. Muhammad Faqih, Ph.D (Pembantu Rektror II Kamputs ITS), kehadiran beliau menambah kekuatan dalam Forum OP3 tersebut, kunci yang akan menjadi pegangan para santri Baru maupun lama dalam menguatkan sendi-sendi iman dan taqwa dalam berilmu. Prof. Dr. KH. Muhammad Faqih, Ph.D sangat antusias untuk menghadiri acara tersebut, kedatangan beliau yang sangat disiplin dan tepat waktu bahkan sebelum acara dimulai beliau sudah hadir terlebih dahulu. begitu luas keilmuan dan pengalaman beliau seolah ingin ditumpah ruahkan semuanya dalam Majlis OP3 tersebut, semangat beliau ini bukanlah tanpa alasan, dengan memandangi satu per satu wajah santri PP. Darussalam Keputih ini seolah terpancarkan Harapan Besar kader bangsa yang cerdas otaknya dan kaya hatinya. 

"PP. Darussalam Keputih adalah wadah yang sangat strategis untuk membagun bangsa melalui ilmuan yang taat pada Allah dan RasulNya" ungkap PR II ITS tersebut. secara gamblang beliau juga memberikan catatan-catatan sejarah perkembangan peradaban Islam pada abad pertengahan sebagai gambaran Ilmu dan Saitifik Islam yang menjadi barometer pemikiran-pemikiran Islam masa kini. analisa pada hal-hal tersebut tidak lain hanya dapat dikembangkan oleh Muslim yang berdedikasi tinggi terhadap ilmu Agama dan keagamaan. beliau juga mengenalkan ilmuan Islam yang telah berperan besar dalam menciptakan ilmu saint seperti ilmuan matematika yang menemukan angka nol (0) yang bernama al-Khawarizmi. Arah pembicaraan beliaupun memang terfokus pada Mahasiswa yang notabene mengambil Fakultas ilmu saint bukan ilmu Agama, namun dengan pertimbangan integral antara kemampuan ilmu saint dan Agama pada Santri Darussalam maka diharapkan kelak akan lahir Pemimpin-pemimpin yang yang beriman dan bertaqwa, menjadi ilmuan yang beriman dan bertaqwa, dan lain sebagainya profesi yang beriman dan bertaqwa.

selain catatan peradaban Islam, beliau juga menitipkan pada santri-santri PPDS sekaligus Mahasiswa untuk menjaga Bangsa dan Negara Indonesia ini dengan baik jangan sampai dirusak dan dihancurkan oleh kelompok-kelompok agama yang sebenarnya tidak kenal dengan Indonesia. menjaga Pancasila yang telah dirumuskan oleh para Ulama sebagai landasan Negara NKRI. disinilah harapan kita semua, para santri yang berkopeten dalam ilmu pesantren dan mampu bersaing dalam ilmu Saint dan Teknologi. maka PP. Darussalam Keputih bersama para Santri di dalamnya akan menjadi benteng dalam berdakwah dilingkungan mana saja. maka diperlukan kekuatan Ilmu Aswaja sebagai landasan mempertahankan NKRI dan Islam di Nusantara ini.

Prof. Dr. KH. Muhammad Faqih, Ph.D disela-sela sambutanya memberikan support pada para santri untuk banyak bersyukur dipertemukan tempat tinggal sekaligus belajar Agama Islam yang Strategis. "saya juga ini santri PP. Darussalam, sekarang jadi alumni walau mondoknya hanya sebentar" ungkap Prof. Dr. KH. Muhammad Faqih, Ph.D. beliau mengaku pernah ngaji bersama KH. Ibrahim dan KH. Abdus Syakur (pendiri PP. Darusslaam Keputih). seolah ingin memberikan kesamaan perjuangan menuntut ilmu beliau terus memberikan motivasi yang sangat penting bagi para santri PP. Darussalam keputih. dan akhirnya beliau pun diminta untuk membuka pembelajaran / pengajian PP. Darussalam Keputih TA, 2016/2017 dengan membaca Doa bersama-sama yang dipimpin langsung oleh beliau dan ditirukan oleh seluruh santri dan tamu undangan yang hadir sambil berdiri dan mengangkat tangan (menegadahkan tangan ke langit, memohon pada Allah), inilah pendidikan tauladan memulai dengan menirukan dan berdoa. dan usai doa bersama dikumandangkan, bel pondok Darussalam Keputih pun berdering kencang menggetarkan tembok-tembok suci sebanyak 3 kali sebagai tanda telah dibukanya pembelajaran / pengajian di PP Darussalam (PPDS). 



 ***


M. Alfithrah Arufa
www.darussalamkeputih.com

Rabu, 22 Juni 2016

SAFARI RAMADHAN KE KOREA, UST FATHURROZI : “PEGANG TEGUH TRADISI ASWAJA NU”

wawancara darussalammkeputih.com
bersama Ust. Moh. Fathurrozi, Lc.,M.Th.I*

(Surabaya dan Jheongwan, South Korea,  21 Juni 2016)
 

darussalammkeputih.com, [Surabaya, 21/6/2016] ada banyak ilmu yang bisa kita peroleh, dimanapun dan kapanpun itu, dan dengan cara apapun itu, ilmu itu diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pencarinya, tidak terkecuali sebuah pengalaman berharga dari seorang Ustadz yang sehari-harinya dihabiskan untuk berdakwah dibalik tembok pesantren, institusi, organisasi, dan masyarakat. Sebagai seorang ustadz di Ponpes Darussalam Keputih Surabaya, Ust Fathurrozi, yang akrab disapa Ust. Rozi ini tidak bisa mengisi pengajian rutinnya di Ponpes Darussalam Keputih Surabaya selama Bulan Ramadhan 1437 H. Hal ini dikarenakan beliau mendapat undangan resmi dari PCI NU Korea untuk mengisi kajian Ramadhan dan imam tarawih sebulan penuh di Korea. 

Perkembangan tekhnologi-pun membuat darussalammkeputih.com menfasilitasi komunikasi keilmuan yang dinanti-nantikan oleh santri Ponpes Darussalam Keputih, wawancara kami dengan beliau melalui sebuah media Sosial di sela-sela waktu beliau pun berbuah hasil. Berikut ini kami paparkan hasil wawancara darussalammkeputih.com bersama beliau di Jheongwan, South Korea. Semoga bermanfaat.      
____________________



darussalammkeputih.com : “Ust berapa lama Ust safari ramadhan di Korea?”

Jadwal Safari Ramadhan saya di Korea,  InsyaAllah, selama 1 bulan penuh bersama utusan-utusan dari PCI NU Korea yang lain. Safari Ramadhan kali ini adalah yang kedua kalinya. Dulu pada tahun 2013, saya merupakan orang pertama dan satu-satunya da'i dari kalangan nahdhiyyin yang berangkat ke Korea sebagai undangan resmi dari PCI NU Korea bekerjasama dengan LAZIZ NU Pusat untuk berdakwah. Waktu itu,  saya diminta oleh ketua LAZIZ NU pusat, Bpk, K. H.  Masyhuri Malik,  menyampaikan kepada PCI NU Korea untuk membentuk LAZIZ NU cabang Korea. Alhamdulillah sekarang LAZIZ NU cabang Korea telah terbentuk.  Safari Ramadhan kali ini,  saya di undang atas kerjasama PCI NU dan LAZIZ NU Korea.



darussalammkeputih.com : “Hidup lama di negara atheis, apa tidak sulit cari makanan halal?”

Di sini (Korea, red) ada badan Halal KMF (Korean Muslem Foundation), jadi kalau urusan makanan seperti ayam dan daging,  yang diperlukan penyembelihan secara syar'i, bisa didapatkan di Koperasi KMF,  bahkan di sana juga tersedia makanan-makanan Indonesia. Sementara untuk ikan dan sayur-sayuran bisa didapatkan di warung-warung Korea,  seperti Lotte Mart, E-mart dan Asia Mart. Alhamdulillah, di sini setiap Masjid dan Mushalla memiliki Koperasi sendiri, jadi Masyarakat yang berdekatan dengan Masjid bisa langsung beli ke Masjid.



darussalammkeputih.com: “Di sana Ust. Ngaji Kitab apa saja, dan bagaimanakah sistem tarawihnya?”

Kalau ngaji kitab, ya saya pakai Safinah, Durratun Nashihin, dan Nashaihul Ibad, tergantung permintaan ketua takmir mushalla atau masjidnya. Sementara kalau tarawih tidak menggunakan sistem khataman satu malam satu juz sebagaimana di Mekkah,  tapi saya pribadi membaca dari awal Al-Qur’an,  sebab sebagian besar masyarakat Indonesia di Korea adalah pekerja, makanya tidak mungkin pakai teraweh dengan sistem khataman.

Jumlah raka'at teraweh di sini bervariasi;  ada yang melaksanakan 20 rakaat,  ada pula yang 8 rakaat.  Karena sebagian besar masyarakat muslim Indonesia di Korea ini sebagai tenaga kerja. Oleh sebab itu,  sebagian mushalla atau masjid ada yang menerapkan 8 rakaat tapi menggunakan bilal saat rehat shalat sebagaimana tradisi di Indonesia. Meskipun demikian, suasana indah bulan ramadhan tetap terasa. Tidak ketinggalan jamuan dan masakan ala Indo, seperti kolak dan es buah menjadi menu utama di mushalla-mushalla dan masjid. 


darussalammkeputih.com: “Bagaimana respon warga asli Korea dengan ibadah puasa muslim selama Ramadhan?”

Yaa… mereka sangat toleran, tidak ada masalah selama mereka tidak terganggu.  Hidup di sini aman dan tentram. Tapikalau masuk dalam urusan bekerja, di sini dituntut untuk konsisten dan profesional.Misalnya, kalau belum waktunya istirahat atau pulang,  sedikit sekali para Sajang (red: bos) yang mengijinkan pekerjanya beribadah tapi biasanya mereka tetap toleran dengan memberi waktu untuk berbuka atau shalat.



darussalammkeputih.com : “Tampilan ust. tetap sarungan ?"

Ya.. tetap sarungan…. Sebab sarung adalah bagian yang takterpisahkan dari ciri khas santri NU, meskipun bukan berarti yang bersarung adalah santri. Sarung itu ibarat kata anak sekarang : “toleran, dinamis, dan demokratis”, sederhananya, bebas luar dalam… (sambil tertawa) hehehe...



darussalammkeputih.com : “Ada Hal unik apa yang Ust. dapatkan di sana ?"


Yang unik, salah satunya adalah orang-orang indonesia (Muslim, red) di Korea terlihat lebih agamis dan lebih intens dalam beribadah, entah kenapa, mungkin selama ini pencarian mereka akan identitas sebagai muslim teruji hingga menjadi kuat di tengah-tengah masyarakat Korea yang Atheis.

Saat mereka sibuk bekerja setiap hari megumpulkan pundi-pundi Won,  yang tanpa kenal lelah siang dan malam, mereka semakin sadar akan kebahagiaan yang lain selain harta, yaitu kembali kepada-Nya. Nilai inilah yang kemudian mereka aplikasikan dan diejawantahkan dengan melakukan ibadah kepada-Nya.  Selain itu,  mereka juga sering kumpul-kumpul antar WNI di sana untuk Yasinan  dan Shalawatan sebagai bentuk perkumpulan antar WNI di sana dan obat kangen.

Lebih unik lagi, bahwa berdirinya sebuah Mushalla, yang menjadi cikal bakal Masjid,  adalah hasil dari solidaritas Jamaah Yasinan. Mereka setiap minggunya melakukan Yasinan dan penggalangan dana dari anggotanya untuk menyewa Flat sebagai tempat ibadah dan kajian-kajian ke-Islam-an.



darussalammkeputih.com : “Bagaimana perkembangan NU di Korea?”

Alhamdulillah NU di sini (Korea,red) semakin berkembang, hampir 80 % Masyarakat Indonesia (Muslim, red) di Korea adalah wargaNahdhiyyin.

Saya selalu menekankan kepada mereka untuk selalu berpegang teguh dengan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Al-Nahdhiyyah, juga pentingnya melakukan Inovasi-inovasi baru dalam mengembangkan pemahaman Islam dengan menggunakan pendekatan Tradisi Lokal. 



darussalammkeputih.com : “Bagaimana kebiasaan /rutinan Warna Nahdhiyyin di sana selama Ramadhan?”

Seperti halnya di Indonesia, mereka Tadarrusan, Tarawih dan mengikuti pengajian kitab kuning. Di samping itu ada pula pengajian khusus tentang ke-Aswaja-an bagi internal pengurus demi pemantapan tentang Aswaja NU.

Adapula yang melakukan bukber (buka bersama) sebagai acara inti namun sebelumnya di isi oleh pembacaan surat yasin bersama, shalawatan dan pengajian.  Ada sebagian masjid yang bukber dengan warga negara lain,  seperti Bangladesh,  Pakistan,  dll.  Di sini tampak persaudaraan antar muslim dari belahan dunia.



darussalammkeputih.com : “Saat diskusi, problem apa yang sering mereka tanyakan?”

Ya… masalah shalat Jum’at, shalat lima waktu,  kadang ada sajang atau bosyang melarang jumatan karena faktor waktu, ya… intinya boleh dikatakan masalah fikih ibadah. Selain itu,  ya... ada juga yang bertanya tentang fikih sosial.



darussalammkeputih.com : “Apa tidak ada yang bertanya masalah wahabi dan aliran-aliran lainnya?”

Ya tentu itu pertanyaan yang paling menarik untuk dikupas... ada sebagian yang bertanya seperti itu, hanya saja kami dari PCI NU tidakterlalu merespon sebab walau bagaimanapun perbedaan tetap perbedaan.  Sebab perbedaan itu adalah rahmat bagi umat apabila disikapi dengan arif. Hanya saja yang memprihatinkan adalah kadang ada yang menganggap bahwa perbedaan adalah bencana. Maka dari itu,  walaupun dalam amalan NU ada dalilnya tetap saja dianggap oleh mereka keluar dari nilai-nilai Islam. 

Sebenarnya kami dakwah di bumi Korea ini dengan bil Hikmah dan Mauidzah Hasanah…  Bil Hikmah kami terjemahkan dengan prilakusehari-hari seperti mengedepankan nilai akhlak, santun dan  toleransi. Sedangkan dakwahbil Mauidzah Hasanah, kami menyampaikan pentingnya Akhlaq dalam berilmu, tidak saling menyalahkan bahkan membid’ah-bid'ahkan.  Intinya dalam ajaran NU: TASAMUH,  I'TIDAL dan TAWAZUN.

Semakin kita keras kepada ummat, kaku terhadapbudaya setempat, mereka malah semakin menjauh dari ajaran Islam. Nabi,  sebagai teladan dan panutan,  mengajarkankepada kita untuk lemah lembut dalam berdakwah kemudian dicontohkan dengan prilaku dan akhlaq yang mulya, bukan malah senang melaknat, membid’ahkan dan menyalahkan orang lain apalagi merasa dirinya paling benar.

Suatu ketika Nabi diminta oleh salah satu sahabat untuk mendoakan jelek kepada orang Musyrik, tapi Nabi enggan merespon seraya bersabda : “Aku diutus ke muka bumi ini untuk menebarkan kasih sayang dan menyayangi seluruh ummat”

Dalam berinteraksi dengan orang-orang musyrik Nabiselalu lembut dan memakai Akhlaq apalagi kepada sesama muslim,  demikian inilah yang disebut Rahmat lil ‘Alamin. 



darussalammkeputih.com : “Bagaimana  tanggapan ust. dengan peringatan Nuzul Al-Qur’an ?”

Sejarahnya, pada bulan Ramadhan, hampir setiap hari Nabi beribadah di Gua Hira. Tidak seperti hari-hari biasanya. Lalu, pada hari ketujuh belas, Nabi menerima wahyu al-Qur'an pertama. Ayat yang diterima pertama adalah "iqra" surat Al-Alaq 1-5. Untuk mengenang sejarah turunnya al-Qur'an, kebanyakan masyarakat Nusantara memperingatinya dalam bentuk pengajian dan halaqah-halaqah ilmiah. Peringatan ini dikenal dengan sebutan "Nuzul al-Qur'an". Budaya peringatan "Nuzul al-Qur'an" seperti ini harus diapresiasi dan terus dikembangkan sebagai kajian sejarah al-Qur'an agar anak cucu kita mudah mengenal al-Qur'an bukan malah dianggap bagian dari bid'ah.



darussalammkeputih.com : “Apa pesan-pesan Ust. buat para santri khususnya dan muslim di Indonesia pada umumnya terkait pengalaman dakwah di Korea ?

Teruslah belajar… belajar dan belajar... jangan pernah bosan untuk belajar, hanya orang bodoh yang berhenti belajar dan merasa pintar. Ilmu itu terus mengalami perkembangan seiring kemajuan zaman, maka dari itu menerjemahkan dan mengaplikasikan ilmu di tengah-tengah masyarakat harus disertai pandangan yang luas sebab penerjemahan ilmu yang di dapatkan di Pesantren harus berdialektika dengan perubahan zaman.

Jadilah insan yang dinamis, lemah lembut, sebagaimana pesan Tuhan kepada kepada Nabi Musa dan Harun dalam surat Thaha ayat 44.

Di luar sana banyak umat yang membutuhkan bimbingan kita. Oleh karena itu,  marilah kita belajar dan terus belajar, belajar mengaplikasikan ilmu di tengah-tengah masyarakat, menyampaikan ilmu dengan akhlak yang baik,  memecahkan masalah dengan bijak,  mendialektikakan ilmu dengan budaya. Jangan memicingkan mata demi tercapainya tujuan duniawi.

Akhlaq yang baik bukan karena kita diam menundukkan kepala dengan pakain yang rapi,  bukan pula berteriak lantang menjustice perbuatan orang lain dengan bahasa yang kurang bijak, tapi akhlak yang baik adalah mengaplikasikan sunnah dan prilaku Nabi dengan "ungkapan" yang sederhana di tengah-tengah masyarakat. Dengan bahasa lain, mengaplikasikan esensi sunnah Nabi bukan pada simbolnya saja.

 * Narasumber adalah Ustadz sekaligus Pengurus Bidang Pendidikan & Pengajian di Ponpes Darussalam Keputih Surabaya Jatim, serta Dosen di IAI (Institut Agama Islam) AL-KHOZINY BUDURAN SIDOARJO.


(diberitakan oleh alief el-kindary)

Rabu, 18 Mei 2016

PPDS Buka Pendaftaran Santri Baru 2016


INFORMASI PSB

PANITIA PENDAFTARAN SANTRI BARU (PSB)
PONDOK PESANTREN DARUSSALAM KEPUTIH SURABAYA
TAHUN 2016/2017

WAKTU PENDAFTARAN
  1. Gelombang I   : 20 Mei s/d 20 Juni 2016
  2. Gelombang II  : 1 Juli s/d 20 Agustus 2016 
TEMPAT PENDAFTARAN
Sekretariat Panitia PSB PPDS : 
         
9 SYARAT & KETENTUAN
  1. Calon santri baru harus datang mendaftarkan diri bersama orang tua/wali calon santri baru.
  2. Calon santri baru minimal adalah lulusan SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA atau yang sederajat
  3. Laki-laki Muslim (untuk santri yang mukim di Pesantren Darussalam)
  4. Sedang/akan aktif melaksanakan pendidikan formal diluar pondok pesantren
  5. Mengisis formulir Pendaftaran santri baru (PSB) Baik online maupun offline (dianjurkan mengisi form online terlebih dahulu) 
  6. Menandatangani surat pernyataan kesanggupan menaati semua peraturan dan tata tertib pesantren (saat registrasi/registrasi ulang) sebelum resmi menjadi santri Ponpes Darussalam Keputih Surabaya
  7. Menyerahkan photo copy ijazah terakhir/SKHU legalisir (1 lembar)
  8. Menyerahkan pas foto 4X6 (warna, 2 lembar)
  9. Menyerahkan photo copy  Kartu Keluarga (KK) (1 lembar)
Tertanda, 


Selasa, 09 Februari 2016

Perempuan Berkalung Al-Quran: Sejarah perempuan sejati

Perempuan Berkalung Al-Quran: Sejarah Perempuan Sejati*
Oleh: Moh. Fathurrozi el-Nawaf





Jika ada semboyan mengatakan bahwa al-Qur’an diturunkan di tanah Hijaz, ditulis di Turki dan dibaca di Mesir, mungkin benar adanya. Sebab secara realita, dari rahim Mesirlah tumbuh subur ahli qira’at, penghafal al-Quran dan bahkan qari’ berkaliber internasional. Sebut saja Imam Muhammad al-Mutawali, musnid dunia, sanad tertinggi pada masanya, Ahmad al-Zayyat, pemuka ahli Qira’at pada masanya dan Ummu Saad, perempuan yang memiliki sanad tertinggi, perempuan zahidah berkalung cahaya al-Quran. Nama terakhir inilah yang jarang dikenal oleh para penghafal al-Qur’an. Padahal, secara kwalitas hafalan dan kredibilitasnya tidak jauh berbeda dengan kaum laki-laki.

Sejarah telah mencatat bahwa penghafal al-Quran tidak hanya di monopoli oleh kaum adam saja. Seorang perempuan pun juga banyak yang hafal al-Qur’an. Misalnya saja, Saidah Aisyah RA, Hafsah RA, Dll. Hanya saja mereka kalah tenar oleh kaum laki-laki. Sebab kaum perempuan, kala itu, kurang memiliki peran sentral, meskipun dalam hak-hak mereka terpenuhi dalam masalah pendidikan. Dalam periwayatan al-Qur’an, kalangan perempuan terbilang cukup langka apalagi dalam hal lain. Padahal pada saat itu al-Qur’an merupakan sentral ajaran, bacaan, sumber dan pondasi agama. Oleh karena itu, di sini penulis akan mengupas secara tuntas untuk memperkenalkan perjalanan hidup perempuan dhorirah pencetak generasi qur’ani. Perempuan ini, saat itu, terbilang cukup berani dan langka. Dibilang berani sebab saat itu hampir tidak ada perempuan yang berani menghafal dan mempelajari ilmu qira’at, yang dianggap “njelimet”. Dibilang langka sebab saat itu hampir tidak ada yang mempunyai hafalan yang kuat dan sanad qira’at yang tinggi.

Riwayat Hidup Ummu Saad.

Nama lengkapnya Ummu Sa’ad Muhammad Ali al-Najm. Dia lahir di Aleksandria, Mesir pada tanggal 11 Juli 1925 M. Kota Aleksandria, kota eksotis dengan pemandangan yang alami dengan semburan kuning emasnya matahari ketika pagi hari dan deburan pantai yang indah di sore hari, adalah tempat bermain pada masa kecilnya. Sebenarnya, dia berasal dari utara kota Kairo, yaitu kota Bandariyah, salah satu kota di Manufiyah, Mesir.

Ummu Saad merupakan satu-satunya perempuan –saat itu- yang memiliki sanad tertinggi di dunia dalam bidang Ilmu Qira’at. Walaupun mata penglihatannya terganggu (buta), namun beliau menjalani hidupnya dengan qana’ah demi berkhidmat kepada al-Qur’an. Ia berkhidmah untuk al-Qur’an dan qira’atnya lebih dari tujuh puluh tujuh tahun dan terbilang satu-satunya perempuan yang konsisten dalam bidang ilmu Qira’at Asyrah.

Dia dilahirkan dari keluarga yang kurang mampu. Belum genap satu tahun dari umurnya, beliau tertimpa penyakit mata. Sebagai keluarga yang kurang mampu, keluarganya menyadari bahwa jika anaknya tersebut dibawa ke dokter tentu akan membutuhkan dana yang sangat besar, sehingga timbul inisiatif dari orang tuanya untuk menyembuhkan penyakit mata anak kesayangannya itu memakai obat tradisonal, yaitu menghiasi matanya dengan celak atau di olesi dengan minyak. Hal demikian adalah kebiasaan yang dilakukan oleh ribuan keluarga yang kurang mampu pada saat itu untuk mengobati anak-anak tercintanya yang memiliki penglihatan kurang baik.

Sebagaimana adat yang berlaku dalam suatu kampung di Mesir, jika ada anaknya terkena penyakit mata (buta), biasanya mereka menadzarkan anaknya untuk berkhidmat kepada al-Qur’an, yaitu menghafal al-Qur’an. Begitu pula yang dilakukan oleh keluarganya, menitipkan Ummu Saad kepada seorang guru untuk menghafal al-Qur’an.

Perjalanan intelektual Ummu Saad.

Ketika umurnya menginjak lima belas tahun, perempuan zahidah ini telah berhasil menghatamkan al-Quran dengan sempurna di madrasah Hasan Subhi, Aleksandria Mesir. Setelah menyelesaikan hafalan al-Qur’an, dia datang menemui Syaikhah Nafisah binti Abu ‘Ala’, seorang pengajar al-Quran dan qira’atnya, untuk belajar Qira at Asyrah. Namun sungguh mengejutkan, perempuan yang terbilang masih bau kencur ini berani mencoba menyelami samudra Ilmu Qira’at, ilmu yang terbilang susah karena banyaknya matan ( syair dan nadzam kaidah ilmu qira’at) yang harus dihafal sebelum mengarungi dalamnya samudra lautan ilmu itu. Yang lebih mengejutkan lagi, sang calon gurupun tidak semerta-merta menerima beliau sebagai muridnya, ada syarat yang harus dipenuhi sebelum beliau menjadi muridnya, yaitu berjanji untuk tidak menikah selama-lamanya.

Dengan azimah (keinginan) yang kuat, Ummu Sa’ad menerima syarat yang diajukan oleh calon gurunya itu, syarat yang terkenal memilukan bagi kaum perempuan.  Satu hal yang mendorong Ummu Saad menerima syarat tersebut, yaitu karena Syaikhah Nafisah sendiri tidak pernah menikah dengan seorang laki-laki manapun, (hanya “menikah” dengan al-Qur’ an) walaupun banyak para pembesar, konglomerat dan priyayi pada masanya datang untuk meminangnya, ia bersikeras menolaknya.

Setelah umurnya genap duapuluh tiga tahun, perempuan yang berkalung cahaya al-Qur’an ini telah mempu menyelesaikan Ilmu Qira’at, baik secara dirayatan wa riwayatan dan resmi mendapatkan rekomendasi tertulis dari gurunya untuk menyebarkan ilmunya berupa sanad al-Qur’an yang bersambung kepada Rasulallah. Dari pada itu, jika dikalkulasi masa belajarnya tentang Qira’at, hanya membutuhkan waktu delapan tahun. Dalam masa itu pula, secara otomatis beliau telah lanyah kitab syair al-Syatibi, al-Durrah dan Syair Tahrirat al-Syatibi.

Sebagai catatan: Nafisah binti ‘Ala’ sendiri memang tercatat sebagai perempuan yang berprinsip kuat, meskipun dia seorang perempuan, dia menolak menerima santri perempuan dengan alasan seorang perempuan akan menjadi seorang istri. Sebab setiap istri akan disibukkan oleh pernak-pernik rumah tangga, tenggelam dalam lautan problematika mahligai rumah tangga, sehingga mengenyampingkan hafalan al-Qur’annya dan dengan demikian hafalannya akan terbengkalai. Hal itulah yang menjadi kekwatirannya, sehingga dia enggan menerima santri perempuan.

Pada saat umurnya memasuki delapan puluh tahunan, Syaikhakh Nafisah binti ‘Ala’ kembali kepada pangkuan Tuhannya dalam keadaan perawan.

Aktifitas Ummu Saad.

Al-Qur’an dalam al-Qur’an adalah motto hidupnya. Dalam aktifitas kesehariannya, Ummu Saad hanya disibukkan mengajarkan al-Qur’an dan ilmu Qira’at. Tidak kurang dari ratusan murid datang belajar kepadanya, baik dari kaum perempuan, laki-laki, para pengajar, baik setingkat SD hingga para dosen. Tak terkecuali para muhandis dan dokter-dokter pun ikut serta belajar al-Qur’an dan ilmu qira’at kepadanya.

Secara terjadwal, kegiatan beliau tertata rapi sebagai berikut:

Dari pagi jam delapan pagi (8) sampai jam dua belas (12) khusus perempuan. Sementara, dari jam dua belas (12) sampai sampai jam delapan (8) malam khusus laki-laki. Dalam sehari, dia tidak pernah berhenti mengajar kecuali jika hendak menunaikan ibadah shalat dan mencicipi makanan untuk mengganjal perutnya.

Melihat ketatnya aktivitas Ummu Sa’ad ini, saya teringat dengan salah seorang guru saya yang sehari-harinya hanya disibukkan mengajarkan al-Qur’an dan ilmu Qira’at. Sejak adzan subuh dikumandangkan beliau sudah duduk masjid al-Khusain bersama para penghafal al-Qur’an hingga sore hari. Terpancar cahaya keikhlasan, sikap tawadhu’ dan penuh dengan kekhusyu’an jika beliau menyimak para santri-santirnya. Tampak dari sikapnya yang ramah dan penuh dengan nilai-nilai tarbawi dalam mengajarkan al-Qur’an, seperti bapak mengajarkan kepada anak-anaknya. Tidak marah, telaten bahkan menganggap santri-santrinya sebagai kawan diskusi di waktu senggang. Semoga beliau diberikan kesejahteraan dan umur yang panjang. Semoga kita bisa menirunya dikemudian hari. Amin.

Metode Ummu Sa’ad.

Metode dalam mengajarkan murid-muridnya, beliau membatasi setiap yang menyetor hafalan tidak lebih dari satu jam dalam sehari. Di samping itu, beliau intens mengoreksi bacaan setiap per-juz-nya hingga khatam dengan bacaan salah satu Qira’at. Artinya, dia membebankan kepada seluruh santrinya untuk selalu konsisten mengulang hafalannya dan telaten dalam menghafal.

Bagi santri yang telah menyelesaikan hafalan al-Qur’annya akan diberikan kepadanya ijazah sanad dan rekomendasi tertulis bahwa murid tersebut adalah: khadim al-Qur’an, yang telah mengkhatamkan al-Qur’an dengan baik dan sempurna. Namun, tidak semua murid mendapatkan ijazah sanad, hanya orang-orang yang mempunyai kredibilitas dan hafalan yang baik yang mendapatkannya.

Sebagai ungkapan rasa syukur kepada kepada Tuhannya, tahadduts bil ni’mah, beliau bercerita dalam satu kesempatan: selama nam puluh tahun belajar, mengajarkan dan mengulang hafalan al-Qur’an menjadikan saya tidak lupa sedikitpun dari al-Qur’an. Saya tahu persis letak setiap ayat, surah, juz dan bahkan ayat-ayat yang mutasyabihat (mirip) dengan ayat yang lainnya serta tata cara membaca setiap riwayat dalam ilmu qira’at. Saya merasa bahwa lancarnya hafalan al-Qur’an saya persis seperti hafal nama saya sendiri. Tidak terlintas dalam khayalan saya untuk melupakannya (al-Qur’an), walau satu huruf-pun atau salah. Saya tidak tahu apa-apa selain al-Qur’an dan Qira’atnya. Saya tidak pernah belajar ilmu, atau mendengarkan pelajaran atau bahkan menghafal selain al-Qur’an, Qira’at dan nadzam-nadzam yang berhubungan dengan al-Qur’an dan qira’at. Demikian ini merupakan ungkapan dan curahan hatinya tentang hafalannya. Masya Allah, sungguh kuat hafalannya, sehingga ia umpamakan hafalan al-Qur’annya seperti menyebut namanya sendiri. Sungguh ini adalah pemberian yang paling mulya dari-Nya.

Hal paling menyenangkan dalam hidup beliau adalah ketika sang murid telah mengkhatamkan al-Qur’an, atau biasa dikenal dengan  Yaumul Khotmi, hari khataman, di mana seorang murid mendapatkan ijazah sanad dan rekomendasi tertulis darinya.

Sebagai bukti keberhasilannya dalam mengajarkan ilmunya adalah dengan lahirnya seorang qari’ berkaliber internasional yaitu Dokter Ahmad Na’ina’, beliau adalah seorang dokter sekaligus qari’ yang paling dikenal saat ini. Suara emasnya selalu menghiasi speker di masjid-masjid dan acara-acara keagamaan di sebuah tempat.Hikmah Tersirat.

Catatan penting dari perjalanan hidup perempuan zahidah di atas, yaitu: perempuan adalah hamba Allah yang mempunyai kesempatan besar untuk berlomba-lomba menjadi hamba-Nya yang terbaik.

Perempuan tidak hanya dituntut berhias dalam kamar, bekerja seharian dalam dapur. Namun perempuan punya kesempatan untuk menjadi seorang hafidzah yang mutqinah. Memiliki peran yang sama dengan kaum laki-laki dalam masalah pendidikan.

Secara naluri perempuan lebih lembut dalam mendidik anak, bagaiamana seorang perempuan menjadikan anak-anaknya hafal al-Qur’an sementara ibunya yang punya peran penting tidak hafal al-Quran?.

Jika saja Ummu Saad yang tidak melihat bisa mencetak generasi terbaik pada masanya, bagaimana dengan perempuan yang melek?

Seorang Ummu Saad yang lahir dari keluarga yang tidak mampu saja berani menghafal al-Qur’an bahkan pada tingkat yang lebih tinggi yaitu, ilmu qira’at, bagaimana dengan perempuan yang dikaruniai oleh Allah SWT. harta berlimpah dengan kesempatan yang baik pula?



*ditulis di Mesir, 2010 

Popular Posts